Selasa, 25 Oktober 2016

kaidah hukum oleh hakim dalam hal Kebebasan Berkontrak yang tidak Mutlak

PENDAHULUAN
Teori hukum bertujuan untuk menjelaskan kejadian-kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian. Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu oleh para ahli hukum Yunani maupun Romawi dengan membuat berbagai pemikiran tentang hukum sampai kepada akar-akar filsafatnya. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum, sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum dari ahli hukum modern didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri.

PEMBAHASAN
Asas-asas  Hukum Kontrak di Indonesia
Menurut Paul Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang sebagai penjabarannya. Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang konkrit, misalnya “asas konsensualitas” yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu, “sepakat mereka yang mengikatkan diri”. Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.
Dalam tulisannya Johannes Gunawan menyebutkan, ada Asas-asas Hukum Kontrak yang tersirat dalam Kitab KUHPerdata, yaitu, Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Mengikat Sebagai Undang undang, Asas Konsensualitas, dan Asas Itikad Baik. Dalam hal Teori Hukum yang dikaitkan dengan studi kasus putusan Mahkamah Agung, penulis akan mengaitkan teori kebebasan berkontrak dengan kasus yang tersebut dibawah ini, Yang dalam penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran  antara lain ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Asas Kebebasan berkontrak terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati.
Menurut Subekti dalam Bukunya Hukum Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum. Kebebasan berkontrak bukan berarti para pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap mengindahkan syarat-syarat sahnya pernjanjian, baik syarat umum sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1320 KUHPerdata, maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.
Pendekatan terhadap asas kebebasan berkontrak berdasarkan hukum alam, dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes. Grotius sebagai penganjur terkemuka dari ajaran hukum alam berpendapat bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah hak asasi manusia. Ia beranggapan, suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela  dari seseorang yang berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji  karena suatu janji tidak dapat memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan janji itu. Selanjutnya Hobbes menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai kebebasan manusia yang fundamental. Kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental manusia dapat dialihkan.
Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas ini tersirat dalam pasal 1338 KUHPerdata, pada intinya menyatakan bahwa terdapat kebebasan membuat kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban dan kesusilaan. Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, juga menyebutkan pada umumnya juga boleh mengenyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam Buku III karena Buku III merupakan “hukum pelengkap” (aanvullend recht) bukan hukum keras atau hukum yang memaksa. Secara Historis kebebasan berkontrak sebenarnya meliputi lima macam kebebasan, yaitu:
a.     kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak;
b.     kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak;
c.     kebebasan para pihak menetukan bentuk kontrak;
d.     kebebasan para pihak menentukan isi kontrak;
e.     kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak. 
Menurut Felix.O. Soebagjo, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, bukan berarti dapat dilakukan bebas sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan yang diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan. Dengan demikian kita melihat  bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUHPerdata, akan tetapi bersifat universal.
2. Asas Mengikat Sebagai  Undang undang,
Pacta Sun Servanda, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak atau karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dan perjanjian harus dilakukan dengan itikat baik. Suatu hal yang penting yang patut diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Asas hukum ini, telah meletakan posisi perjanjian yang dibuat oleh masyarakat menjadi undang-undang baginya sehingga Negara tidak berwenang lagi ikut campur dalam perjanjian. 
Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan yang tak terbatas, karena tetap ada batasannya dan akan ada akibat hukum yang timbul terhadap kebebasan yang tak terbatas itu. Sutan Remi Sjahdeini, menyebutkan adanya batas-batas kebebasan berkontrak, yaitu bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau suatu public policy, maka kontrak tersebut menjadi illegal. Apa yang dimaksud dengan  public policy amat tergantung kepada nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat

PEMBAHASAN
DUDUK PERKARA
Bahwa pada saat Penggugat berada di Rutan Polda Metro Jaya, seorang Notaris menyodorkan akta dengan nomor 41 dan 42 untuk ditanda tangani, yang isinya yaitu Penggugat mempunyai hutang kepada Tergugat sebesar Rp. 215.837.852.000.- dan menandatangani permohonan memnuka rekening pada Tergugat serta Giro Bilyet senilai Rp 20.000.000.000,- dan Rp. 15.000.000.000.
Dalam dalilnya Hakim berpendapat bahwa azas kebeban berkontrak tidak bersifat mutlak yang berarti dalam keadaan tertentu Hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya seolah-olah perjanjian terjadi secara sepihak. Mengingat sistem hukum perjanjian yang bersifat terbuka, maka pada waktu terjadi suatu perjanjian yang berlaku tidak hanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau hukum adat saja, tetapi nilai-nilai hukum lainnya yang hidup dikalangan rakyat lainnya sesuai dengan kepatutan, keadilan, perikemanusiaan seperti penyalahgunaan keadaan atau larangan penyalahgunaan ekonomi yang berlaku secara berdampingan dan saling mengisi sehingga merupakan suatu satu kesatuan. Oleh karena itu nilai-nilai yang dimaksud mempunyai pengaruh yang dapat dipakai sebagai upaya terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disepakati (Vide Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum M.A. Hal 360).
Bahwa penandatanganan perjanjian dalam akta perjanjian  No. 41 dan 42 oleh pemohon kasasi ketika ia berada dalam tahanan adalah terjadi karena ada penyalah gunaan keadaan atau kesempatan, sehingga pemohon kasasi sebagai salah satu pihak dalam perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dalam keadaan tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Berarti akibat hukum yang dibuat sebagaimana tersebut dalam perjanjian yang tercantum dalam akta perjanjian No. 41 dan 42 tersebut beserta perjanjian lainnya yang terbit atau dibuat berdasarkan kedua perjanjian tersebut harus dibatalkan.
Bahwa keberadaan ini dapat dibenarkan karena menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menentukan semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Bahwa Kaidah hukum yang dikeluarkan dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut yaitu:
1.         Dalam asas kebebasan berkontrak, Hakim berwenang untuk meneliti dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak berada dalam yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya;
2.         Dalam perjanjian yang bersifat terbuka, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepatutan, keadilan, perikemanusiaan dapat dipakai sebagai upaya perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian.





KAITAN TEORI HUKUM DENGAN KASUS PERJANJIAN DIATAS

Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaissance melalui ajaran-ajaran  antara lain ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Dari teori inilah dapat kita ketahui pertama kali bahwa paham individualismelah yang menjadi dasar pemberlakuan kebebasan berkontrak dan dituangkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati.
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai kebebasan berkontrak, yang menyatakan bahwa “segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam hal ini masyarakat dapat bebas melakukan suatu perjanjian dengan tentu tidak melupakan Pasal 1320 Kitab undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan syarat sahnya suatu Perjanjian.
Ketika akan melakukan suatu perjanjian dengan mengacu pada 1320 BW dan 1338 BW maka perjanjian tersebut sudah dapat dikatakan sah tinggal bagaimana dalam implementasiannya oleh para pihak.
Bahwa dengan adanya Pasal 1338 BW yang memberikan kebebasan bagi para pihak dalam melakukan perjanjian selama mengacu pasal Pasal 1320 BW, secara eksplisit juga telah sama dengan paham individualisme.
Bahwa dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai ketika telah sesuainya suatu kasus dengan teori kebebasan berkontrak pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata dan sesuai juga dengan syarat sahnya perjanjian 1320 BW, namun dibalik kesesuaian tersebut ketika dilakukannya Penandatangan satu pihak sedang dibawah tekanan, apakah hal tersebut bisa membuat suatu perjanjian yang telah dibuat dan ditanda tangani berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat menjadi batal demi hukum?
Bahwa dalam hal ini dapat dijawab dengan teori yang di sampaikan Subekti dalam Bukunya Hukum Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan keteriban umum.
Bahwa dalam hal ini suatu perjanjian dibuat dibawah tekanan yaitu salah satu pihak sedang dipenjara, dengan berbagai macam problematika yang ia rasakan dan dipaksa untuk melakukan penandatanganan perjanjian. disinilah ketidak sesuaian dengan Teori diatas karena perjanjian dibuat yang merupakan penjelmaan dari rakyat yang individual namun tetap mengindahkan kepada ketertiban umum.
Bahwa memang benar tidak dikatakan secara eksplisit dalam undang-undang pasal 1338 ayat (1) mengenai ketika bertentangan dengan “kesusilaan dan keteriban umum” maka batal demi hukum. Namun dalam kasus ini yang menarik adalah adanya kaidah hukum yang dibuat oleh Hakim yang menyatakan bahwa “kebebasan berkontrak tidak berlaku secara mutlak”. Hal ini lah yang membuat suatu perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan dan keteriban umum, menyebabkan suatu perjanjian batal. Hakim sebagai pihak yang dapat menemukan hukum ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara jelas, dirasa sangat adil pada kasus ini terhadap Penggugat yang telah dirugikan besar akibat penandatanganan suatu akta notaril yang ia tanda tangani dibawah tekanan. Dan dapat menjadi yurisprudensi bagi kasus-kasus yang akan datang.

Sekian pendapat dari penulis, Terima Kasih.

1 komentar:

  1. Casinos near Casino Center - MapYRO
    Casinos Near Casino Center in Council Bluffs, IA 공주 출장마사지 51501. The 의왕 출장마사지 following are known casinos with 전라남도 출장마사지 Casinos Near Casino Center 제주 출장샵 in Council Bluffs, IA. Casinos Near Casino 사천 출장샵 Center - MapYRO

    BalasHapus