Mengapa
Lelang tidak popular.
Sistem penjualan melalui
lelang di Indonesia tidak begitu membudaya karena di Indonesia kebanyakan
memakai sistim tawar-menawar, sangat berbeda dengan di Benua Eropa dan Amerika,
penjualan dengan sistim lelang sudah sangat membudaya. Yang paling utama berpengaruh tidak begitu
membudayanya lelang karena tidak dilakukan tawar
menawar atau direct selling,
sedangkan di Indonesia tawar-menawar pada saat melakukan jual beli merupakan
cara yang sangat berakar, turun temurun sejak zaman dahulu.
Selain dikenal cerdas dan
hemat dalam mengurus keuangan, perempuan Asia, termasuk Indonesia, sejak dulu
menguasai kegiatan di pasar. Dalam transaksi jual-beli, mereka selalu berusaha
mendapatkan harga semurah mungkin. Tawar-menawar pun menjadi identik dengan mereka.
Dari catatan orang-orang
Eropa yang singgah di Nusantara dapat diketahui kegiatan perempuan di pasar.
Misalnya, Antonio Galvao, seorang panglima armada Portugis yang menjadi
gubernur ketujuh Portugis di Maluku (1536-1540), mencatat peran perempuan Maluku
dalam perniagaan. “Wanitalah yang melakukan tawar-menawar, membuka usaha,
membeli dan menjual,” tulis Galvao, dikutip sejarawan Anthony Reid dalam Asia
Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680.
Bahwa citra lelang yang
terbentuk selama puluhan tahun masih dikaitkan dengan penjualan barang yang
bermasalah, dari pengadilan, eksekusi, atau disengketakan (APHT yang dibuat oleh PPAT adalah langkah pertama dari pemberian
hak tanggungan tersebut. Berdasarkan Pasal
10 ayat (1) UU Hak Tanggungan. Lebih lanjut, menurut Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
No. 93/PMK.06/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana
terakhir diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 106/PMK.06/2013 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, dalam hal terdapat gugatan terhadap objek lelang hak
tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau istri
debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, pelaksanaan lelang dilakukan
berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifikat Hak Tanggungan yang memerlukan
fiat eksekusi.).
Disamping itu tidak
populernya lelang adalah ketakutan masyarakat terhadap unsur cacat hukum aset
yang ditawarkan. Barang yang dijual dan belum tuntas secara hukum akan
dipermasalahkan oleh pemilik pertamanya. Risiko itu,, bisa diminimalisasi
dengan keberadaan pejabat lelang yang memeriksa legalitas barang yang dilelang.
Dalam pelaksanaan lelang
khususnya lelang eksekusi, potensi gugatan sangat tinggi. Total gugatan yang
masuk ke DJKN/KPKNL (berdasarkan Buletin Media Kekayaan Negara Edisi No.14
Tahun IV/2013) adalah 2.458 dan 1.500 lebih adalah gugatan dari lelang
eksekusi Pasal 6 Hak Tanggungan. Gugatan/Bantahan itu tersendiri diajukan sebelum
pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Gugatan sebelum pelaksanaan lelang
dimaksudkan oleh penggugat untuk menunda pelaksanaan lelang. Dan
gugatan/bantahan pasca lelang sangat beragam motif yang melatarbelakanginya.
Gugatan secara umum
muncul ketika terjadi ketidakpuasan seseorang. Sebagai Negara hukum/rechtstaat, setiap warga Negara yang
merasa hak-haknya terlanggar, berhak untuk mengajukan gugatan/bantahan kepada
pengadilan sebagai saluran haknya yang terlanggar. Gugatan terhadap pelaksanaan
lelang sebagian besar karena perbuatan melawan hukum (PMH).
Bahwa masih banyak kekhawatiran dari
masyarakat untuk membeli barang melalui lelang, terutama pascapelelangan.
Sebab, pemenang lelang harus melakukan balik nama untuk aset yang telah
dibelinya, kebanyakan tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.
"Yang
terpenting saat ini, membuat masyarakat tertarik datang ke pelelangan. Salah
satunya dengan paket balik nama yang tidak bisa dilakukan di KP2LN,".
Berdasarkan
pendapat F.X. Ngadijarno, Nunung EkoLaksito, dan Isti Indri Listiani dalam
bukunya Lelang Teori Dan Praktek menyatakan Lelang harus memiliki unsur yaitu:
1. Lelang
adalah suatu cara penjualan yang dilakukan pada suatu saat dan tempat yang
telah ditentukan.
2. Dilakukan
dengan cara mengumumkannya terlebih dahulu untuk mengumpulkan peminat/peserta
lelang.
3. Dilaksanakan
dengan cara penawaran atau pembentukan harga yang khusus, yaitu dengan cara
penawaran harga secara lisan atau secara tertulis yang bersifat kompetitif.
4. Peserta
yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang/pembeli.
Terdapat beberapa hal yang kiranya
dapat anda cermati jika ingin berinvestasi lelang, yaitu:
1. Penyelesaian barang lelang melalui
KPKNL memerlukan adanya setoran uang jaminan yang kisarannya sebesar 20% s/d
50% dari nilai limit lelang.
2. Teliti dan cek kembali obyek yang akan
dibeli, mengingat calon pembeli diasumsikan telah mengetahui keberadaan,
kondisi barang yang dilelang dalam kondisi apa adanya.
3. Jika tidak menang lelang, uang setoran
jaminan dikembalikan seutuhnya tanpa potongan apapun
4. Anda bisa memanfaatkan jasa KJPP
(Kantor Jasa Penilai Publik) sebagai penilai harga wajar atas aktiva yang akan
dibeli, silahkan hubungi kantor perwakilan terdekat. Jadi anda akan mendapatkan
patokan harga penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan secara professional
Dokumen persyaratan lelang harus
memenuhi syarat legalitas formal subjek dan objek lelang dan menunjukkan
hubungan hukum antara Penjual dengan Barang yang akan dilelang, sehingga
meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan
objek lelang dapat dilelang. Selain itu, pasal 45 dalam peraturan baru tersebut
juga nanti menjadi angin segar bagi pemohon lelang yang memiliki objek lelang
dengan nilai limit dibawah satu miliar rupiah, mengenai jangka waktu laporan
penilaian serta SKT yang dapat digunakan berkali-kali sepanjang tidak ada
perubahan data fisik atau data yuridis dari Barang berupa tanah atau tanah dan
bangunan yang akan dilelang dan dokumen kepemilikan dikuasai oleh Penjual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar